Oleh : Risnawati
(Pegiat Literasi)
Pemerintah melalui Menko Perekonomian mengumumkan stimulus ekonomi berupa Bantuan Langsung Tunai dan Magang Nasional, demi mengurangi angka kemiskinan.
Ratusan perusahaan swasta dan BUMN antusias menyambut program pemagangan nasional yang akan diluncurkan pada 15 Oktober 2025 mendatang. Hingga dua pekan jelang digulirkan, tercatat sudah 451 perusahaan mengajukan diri sebagai penyelenggara pemagangan untuk 1300 posisi yang diajukan dan 6000an calon pemagang.
Tahap pertama, sebanyak 20 ribu lulusan baru perguruan tinggi akan menjalani program Magang Nasional selama 6 bulan (15 Oktober 2025 - 15 April 2026) dan akan ditambah jika animo mahasiswa fresh graduate terus meningkat.
"Hingga hari ini, sudah ada 451 perusahaan yang mendaftar untuk ikut program magang yang akan dijalankan melalui skema kerja sama antara perguruan tinggi dengan dunia usaha, " ujar Sekjen Kemnaker Cris Kuntadi dalam Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, di Jakarta, Minggu (5/10/2025).
Kapitalisme, Akar Masalah
Jika kita menelaah lebih mendalam, kebijakan pemberian stimulus ekonomi sebagai bagian dari program quick win, yakni langkah cepat untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, seperti bantuan langsung tunai dan magang nasional untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran, hanyalah solusi pragmatis dalam sistem Kapitalisme yang belum mampu menuntaskan problem mendasar ekonomi yang membuat kemiskinan dan pengangguran berulang terjadi. Karena tidak menyentuh akar masalah kemiskinan dan pengangguran.
Kemiskinan terjadi bukan sekadar fenomena tahunan yang bisa teratasi secara tuntas dengan solusi pragmatis temporal seperti BLT, magang nasional, PKH atau program sejenis. Kemiskinan yang terjadi saat ini disebakan karena sistemis, bukan pilihan hidup yang diinginkan. Realitasnya, pendapatan masyarakat tidak bertambah, tetapi harga kebutuhan pangan, dan tarif layanan public seperti kesehatan, pendidikan, dan indutri pangan selalu mengalami kenaikan. Meski pendapatan naik, hal itu berbanding lurus dengan kenaikan bahan pokok dan kebutuhan hidup lainnya. Dalam sistem kapitalisme, tidak ada layanan publik yang benar-benar gratis.
Begitu pula, kondisi pengangguran yang terjadi masih berkutat dengan masalah struktural yang melingkupinya, yaitu ketimpangan jumlah lulusan dengan lapangan kerja yang tidak bisa menampung semua lulusan. Kebutuhan industri terhadap tenaga kerja manusia makin menyusut seiring perkembangan teknologi. Sehingga lulusan pendidikan disiapkan hanya untuk menjadi tenaga siap pakai untuk menyesuaikan permintaan industri. Dengan berlakunya kurikulum berbasis industri, generasi muda justru kehilangan kemampuan berpikir kritis dan inovatif karena teori dan konsep dasar keilmuannya lemah. Demi mengisi pasar tenaga kerja, tujuan pendidikan pun bergeser sebatas memenuhi tuntutan dunia kerja. Tidak jarang antara gelar lulusan dengan pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai.
Karena itu, keberadaan bantuan sosial dan magang nasional hanyalah bersifat sesaat saja tidak berdampak pada jangka waktu yang lama. Problem mendasarnya karena negara tidak melakukan riayah dengan benar terhadap rakyat. inilah kebijakan kapitalisme, yakni kebijakan yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Walhasil masalah kemiskinan dan pengangguran seperti lingkaran setan, tidak ada habisnya. Dampaknya, kemiskinan tidak akan pernah terselesaikan secara tuntas.
Islam Solusi Menuntaskan
Islam merupakan sistem kehidupan yang sempurna. Selain mengatur masalah ibadah mahdhah, Islam juga memiliki sistem pemerintahan, ekonomi, pendidikan, sosial, dan sanksi. Apabila seluruh aturan itu diterapkan, akan menolong umat manusia, termasuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran.
Dalam perspektif Islam, negara menempati posisi yang sangat strategis dalam mengurus kepentingan rakyat. Kepemimpinan bukan sekadar urusan administratif, melainkan amanah besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.
Dalam pelaksanaannya, negara memegang peran penting sebagai pihak yang bertanggung jawab menjalankan tugas ri’ayah syu’un al-ummah, yakni mengurus berbagai kebutuhan rakyat. maka, Islam menawarkan solusi dan kebijakan konkret untuk mencegah serta mengatasi kemiskinan dan pengangguran.
Kebijakan pengentasan kemiskinan dan pengangguran dalam Khilafah, termasuk penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan, dibiayai dari baitulmal, yaitu dari dua bagian. Pertama, bagian fai dan kharaj yang mencakup ganimah, fai, khumus, kharaj, jizyah, dan dharibah. Kedua, bagian kepemilikan umum yang mencakup tambang migas maupun nonmigas, laut, sungai, hutan, padang rumput, dan aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah).
Apabila masih ada rakyat yang menganggur dan kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya karena lemah, ia menjadi tanggung jawab pemimpin/khalifah. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari). Khalifah akan memberikan santunan bagi orang tersebut beserta keluarga yang menjadi tanggungannya.
Maka, Khilafah Islam memberikan santunan/bantuan dari baitulmal. Jika baitulmal kosong, santunan bagi fakir miskin bisa diperoleh dari pemungutan pajak (dharibah) secara temporer dari laki-laki muslim yang kaya. Setelah kebutuhan untuk fakir miskin tercukupi, pemungutan dharibah akan dihentikan. Santunan dari baitulmal untuk rakyat yang membutuhkan bisa berupa uang tunai, bahan pangan, susu, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, kursi roda, dll. sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu. Khalifah dan struktur di bawahnya (muawin, wali/gubernur, amil/bupati-wali kota, camat, hingga kepala desa) akan melakukan pendataan secara amanah, tepat, dan detail terhadap orang-orang yang membutuhkan bantuan. Pendataan ini menggunakan prinsip kesederhanaan dalam administrasi dan birokrasi sehingga tidak mempersulit orang yang menerima bantuan. Tidak ada syarat harus ini dan itu, tiap-tiap rakyat yang membutuhkan akan diberikan bantuan sesuai dengan kebutuhannya.
Adapun jumlah bantuan yang diberikan Khilafah harus sampai pada level mencukupi kebutuhan individu tersebut, bukan sekadar memberi bantuan sebagaimana kondisi saat ini. Seperti jika bantuan yang dibutuhkan adalah beras dan diberikan per bulan, jumlahnya harus cukup untuk kebutuhan sebulan berdasarkan jumlah anggota keluarga.
Setelah diberikan bantuan, negara Khilafah akan terus memantau perkembangan kondisi ekonomi penerima bantuan. Jika yang bersangkutan sudah mampu bekerja dan mencukupi kebutuhan sehari-hari, negara akan menghentikan bantuan pangan untuknya. Dengan mekanisme berdasarkan syariat ini, Khilafah mampu mengentaskan rakyat dari kemiskinan dan pengangguran sehingga mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Wallahualam bissab.
